Selasa, 09 Juni 2020

SESAL


Oleh : Dani Makhyar, M. Pd.

 “Apapun alasanmu, Ibu tetap keberatan,” kata perempuan paruh baya itu dengan nada sedih.
“Tapi ini kesempatan Bu. Bukannya Ibu pernah bilang, kesempatan itu tidak pernah datang dua kali? Pokoknya proyek itu tetap harus berlanjut,” timpalku meninggi. 
“Tapi Nak....”
Belum sempat Ibuku memberikan penjelasan, aku sudah memotong ucapannya.
“Ah, sudahlah Bu! Toh kalau proyek ini sukses, Ibu juga akan kecipratan hasilnya.” Aku pun berlalu meninggalkan ibuku begitu saja. Tentu dengan menenteng selembar map berisi sertifikat rumah dan tanah ibu di genggamanku. Sekilas istriku memeluk ibuku yang mulai menangis tersedu-sedu. Aku bergeming.
***
“Gimana Pak Bos, proyeknya dilanjutkan apa tidak? Kami masih berbaik hati lho selama sebulan ini menunggu kabar baik dari Pak Bos....” Tampak sederet pesan WhatsApp diakhiri emot smile dari Pak Robby, kontraktor pembangunan hotel yang sedang kubangun di Tanjung Lesung, di kawasan Provinsi Banten.
“Iya dong. Lanjutkan Pak!” balasku singkat.
Ya, sambil menunggu proses pencairan dana dari bank, kuisi waktuku dengan membuka beberapa pesan penting. Sementara pesan-pesan dari beberapa grup WA hanya kubuka tanpa kubaca.  
“Silakan Bapak tanda tangani beberapa berkas ini. Kami pastikan pekan ini uangnya akan kami cairkan langsung pada nomor rekening Pak Ryan. Sementara sertifikat rumah dan tanah sebagai jaminan yang Bapak berikan, kami pastikan pula akan kami kembalikan setelah lunas angsuran. Bagaimana Pak Ryan?” kata pihak bank sangat ramah.
“Baik Pak, terima kasih,” jawabku sambil kujabat tangannya. Aku pun berpamitan.
“Yes! Akhirnya...,” bisikku dalam hati.
***
Sebulan berlalu. Kuputuskan hari ini aku meluncur ke Tanjung Lesung. Ingin kupastikan pekerjaan Pak Robby dan anak buahnya bisa dipercaya atau tidak. Hanya beberapa jam saja aku sudah tiba di lokasi. Pak Robby segera menyambutku.
“Bagaimana Pak Bos? Tinggal 30% lagi. Saya jamin dalam tiga pekan ke depan semuanya akan beres,” jelas Pak Robby sambil menemaniku mengecek bangunan hotel yang hampir rampung.
“Baik Pak Robby, sisa kekurangan dananya akan saya transfer besok pagi. Jujur saya sangat puas dengan hasil kerja Pak Robby dan kawan kawan.” Pak Robby pun tertawa bangga. Di sela-sela saat makan siang bersama Pak Robby, tiba-tiba HP-ku menjerit nyaring.
“Mas, Ibu masuk UGD.” Rupanya istriku yang meneleponku.
“Kamu tahu kan aku lagi di Tanjung Lesung?” jawabku ketus.
“Tapi Mas....”
Segera kututup HP-ku. Lalu, kulanjutkan bincang-bincang dan makan siang bersama Pak Robby. Huh, kalaupun aku harus segera menyusul ke rumah sakit melihat kondisi Ibu, kan ada dokter ahli yang bisa menangani Ibu. Aku agak kesal karena telepon tersebut. Mengganggu saja pikirku. Aku harus tetap fokus. Telah kurencanakan grand launching hotelku bulan depan. Jadi, harus kupastikan proyek pembangunan hotel berjalan mulus. 
Setelah pembicaraan dengan Pak Robby kuanggap selesai, aku pun segera pulang ke rumah menuju Kota Serang. Selama di perjalanan hatiku berbunga-bunga. Kubayangkan nanti saat peresmian hotel aku mendapat banyak ucapan selamat dari berbagai kalangan. Termasuk dari para pejabat yang aku undang.  Aku lupa bahwa pada saat yang sama ibuku sedang terbaring lemah di rumah sakit.
***
Waktu berlalu begitu cepat. Sesuai dengan rencana, besok adalah hari yang sangat bersejarah bagikku. Acara grand launching hotel akan segera dilangsungkan. Seharusnya petang ini posisiku sudah standby di Tanjung Lesung. Akan tetapi, kondisi ibuku yang semakin kritis membuatku masih tertahan di rumah sakit ini. Aku semakin gelisah karena dua pilihan: bertahan di rumah sakit demi ibuku atau segera ke Tanjung Lesung untuk acara besok? Ah, semakin pusing saja aku. Aku lupa, tak sebait doa pun kulantunkan untuk kesembuhan ibuku, Pikiranku hanya tetap ke Tanjung Lesung: Grand Launching Ryan Hotel.
“Mas, apa tidak sebaiknya Mas turut mendoakan supaya Ibu lekas sembuh?” tanya istriku lembut.
Belum sempat kujawab pertanyaan istriku tersebut, tiba-tiba ibuku menggenggam tanganku sangat kuat. Beliau seperti memberi isyarat agar aku tetap berada di sampingnya. Samar-samar kudengar informasi di televisi.
“Pemirsa, tsunami setinggi lima meter menerjang kawasan pantai Selat Sunda. Kejadian tiba-tiba tersebut menyapu habis di wilayah Tanjung Lesung dan sekitarnya. Ratusan rumah dan sejumlah hotel rata dengan tanah....”
Aku mematung. Begitu shock dan tidak percaya dengan apa yang kusaksikan baru saja. Istriku menghampiriku cemas. Tiba-tiba pandanganku berkunang-kunang. Semuanya serba kuning. Lalu kabur. Lalu menjadi hitam dan gelap.

6 komentar:

  1. Sangat menarik, ceritanya mengalir dan ringkas....

    BalasHapus
    Balasan
    1. trm kasih atas apresiasinya...sy masih tahap belajar hehe..

      Hapus
  2. Keren pak dani,,emang udah jago menulis..

    BalasHapus
    Balasan
    1. trm kasih pak hengki...wah sy masih pemula pak

      Hapus
  3. Tulisannya sangat mengalir.. Bp sungguh luar biasa 👍👍

    BalasHapus
  4. trm kasih bu eka..biasa di luar bu hehe

    BalasHapus

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Rangkuman Koneksi antar Materi

  Sekolah merupakan lembaga pendidik yang berperan dalam memajukan SDM seutuhnya yang didalam terdapat kegiatan KBM yang terprogram dan terp...