We Are Creative Design Agency

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Illum, fuga, consectetur sequi consequuntur nisi placeat ullam maiores perferendis. Quod, nihil reiciendis saepe optio libero minus et beatae ipsam reprehenderit sequi.

Find Out More Purchase Theme

Our Services

Lovely Design

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Great Concept

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Development

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

User Friendly

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Recent Work

Senin, 20 Desember 2021

Rangkuman Koneksi antar Materi

 Sekolah merupakan lembaga pendidik yang berperan dalam memajukan SDM seutuhnya yang didalam terdapat kegiatan KBM yang terprogram dan terperinci. Agar KBM disekolah dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan sosok pemimpin pembelajaran yang mampu mengoptimalkan pengelolaan sumber daya lingkungan sekolah dengan baik.

Guru adalah pemimpin dalam motor yang penggerak murid dalam pembelajaran.

Guru merupakan sosok sentra dalam pembelajaran yang mengoptimal kan sumber daya lingkungan, sehingga dapat mewujudkan merdeka belajar bagi murid.

Pemimpin merupakan suatu keterampilan yang di miliki oleh seseorang dalam mempengaruhi orang lain dan jarang di miliki oleh setiap oleh setiap orang , jiwa pemimpin muncul apabila dirinya sudah mampu mengajak orang lain atau mempengaruhi orang lain dalam suatu Komunitas, untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki sekolah

Mengelolah sumber daya dapat menggunakan beberapa pendekatan yaitu pendekatan berbasis kekurangan atau berbasis masalah (defisit  based thinking) dan pendekatan berbasis aset atau berbasis kekuatan (asset based thinking)

Seorang Guru Penggerak harus:

1.    Melaksanakan merdeka belajar (qodrat alam dan qodrat zaman)

2.    Menjadi Guru AMONG (asih, asuh dan asah)

3.    Memaksimalkan PERAN dan Nilai guru penggerak

 

PERAN GURU PENGGERAK

Ø  Menjadi Pemimpin Pembelajaran

Ø  Menggerakkan Komunitas Praktisi

Ø  Menjadi Coach Bagi Guru Lain

Ø  Mendorong Kolaborasi Antar Guru

Ø  Mewujudkan Kepemimpinan Murid

NILAI GURU PENGGERAK

Ø  Mandiri

Ø  Reflektif,

Ø  Kolaboratif

Ø  Inovatif

Ø  Berpihak pada Murid

Ø  Untuk mencapai visi dan misi CGP, serta berdasarkan peran dan nilai guru penggerak. Seorang CGP merupakan guru yang harus mampu mengoptimalkan sumber daya lingkungan sekolah yang dimiliki.

 

     pemetaan asset sekolah berdasarkan 7 asset yang dimiliki

  1. Bidang manusia
  2. Bidang social
  3. Bidang fisik (Saspran)
  4. Bidang lingkungan
  5. Bidang finansial
  6. Modal Agama dan budaya
  7. Bidang politik

Berdasarkan indentifikasi aset sekolah, sekecil apa pun asset yang dimiliki seorang guru harus mampu mengoptimalkan asset tersebut. Berdasarkan pemetaan asset sumber daya yang dimiliki sekolah mendorong kemandirian seorang guru untuk berkarya, berinovasi serta melakukan pergerakan pembelajaran yang berorentasi murid

      Seorang CGP dapat mengimplemtansikan pengetahuannya dalam menyiapkan program

      Seorang CGP dapat  menerapkan konsep BAGJA

Untuk mewujudkan Visi misi CGP, Guru membuat Rancangan Strategi Perubahan dan Menerapkan Inkuiri Apresiatif (Model BAGJA)

         B-uat Pertanyaan (Define)

         A-mbil Pelajaran (Discover)

         G-ali Mimpi (Dream)

         A-tur Eksekusi(Deliver)

 

 

 

Rabu, 28 Oktober 2020

Merajut Tali Semangat Hadapi Kendala PJJ di Sekolahku

 

OLEH: DANI MAKHYAR

 

Seperti di sekolah-sekolah lainnya di tanah air, karena pandemi Covid-19, sudah sekitar tujuh bulan lamanya kegiatan belajar-mengajar (KBM) di SMPN 3 Cipanas berlangsung secara daring. Masih teringat saat itu, transisi dari KBM secara tatap muka yang beralih ke KBM secara daring menyebabkan para guru, para siswa, ataupun para orang tua siswa dengan serta-merta berdaptasi dengan kebiasaan baru tersebut. Pada saat itu, baragam kendala kami hadapi, beragam solusi pula kami cari. Kendala yang paling mencolok kami hadapi adalah bahwa mayoritas siswa atau orang tua siswa tidak memiliki HP, apalagi laptop. Padahal, sangat jelas bahwa HP sangat diperlukan agar KBM secara daring dapat berlangsung. Harap maklum, namanya juga di daerah, kepemilikan HP di kalangan siswa ataupun para orang tua siswa masih menjadi barang langka di sekolah kami. Terlebih lagi mayoritas mata pencaharian orang tua siswa adalah buruh tani.

Sekalipun sebelumnya sudah dilakukan sosialisasi terkait perubahan pelaksanaan KBM dari luring ke daring, sekolah tidak dengan serta-merta dapat meredakan kegelisahan para orang tua siswa kami pada saat itu. Terbayang kan respons para orang tua siswa terhadap pihak sekolah atas perubahan kebijakan tersebut kira-kira seperti apa? Di satu sisi anak-anak mereka harus belajar secara daring, tetapi di sisi lain mereka tidak memiliki HP. Untungnya pihak sekolah bekerja sama dengan para pengurus komite dengan sigap dapat memberikan solusi dengan cara membentuk kelompok-kelompok belajar. Para siswa yang tidak memiliki HP tetap dapat mengikuti pelajaran secara daring dengan cara bergabung ke dalam kelompok belajar yang salah satu anggotanya adalah siswa yang memiliki HP, tentu dengan ketentuan bahwa lokasi rumah mereka berdekatan. Adapun siswa yang memiliki HP mendapat subsidi kuota internet dari sekolah. Pembentukan kelompok-kelompok belajar tersebut masih dapat dilakukan karena pada saat itu di daerah sekitar tempat siswa tinggal masih berstatus hijau. Selain itu, untuk mendukung kagiatan siswa belajar di rumah (BDR), pihak sekolah pun membagikan modul yang sudah dipersiapkkan sebelumnya atas restu pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak. Seiring dengan perjalanan waktu, kepemilikan HP di kalangan siswa pun berangsur-angsur bertambah jumlahnya walaupun di antara mereka masih cukup banyak yang “menumpang” HP orang tuanya atau HP saudaranya masing-masing. Oleh karena itu, tidaklah heran jika foto profil dan nama pada HP yang tertera bukan foto dan nama para siswa, melainkan foto orang tua atau saudara mereka. Pertanyaan berikutnya adalah apakah kendala yang kami hadapi selesai sampai di situ? Hehe…tentu saja tidak. Tidak sedikit di antara para siswa kami yang terlambat mengirimkan tugas tidak hanya karena faktor sinyal, tetapi juga karena factor HP yang masih dibawa atau digunakan oleh orang tua atau kakak mereka. Akan tetapi, setidaknya kendala tidak adanya HP pada sebagian besar siswa sudah mulai berkurang.

Untuk sementara, masalah tidak adanya HP di kalangan siswa, kami anggap sudah selesai. Akan tetapi, ada masalah lain yang kami hadapi terkait penggunaan HP, yaitu masalah susah sinyal. Masalah yang klasik memang, tetapi cukup menggelitik. Yups, jauh sebelum Corona ada, masalah susah sinyal sudah terbiasa kami hadapi. Pada saat itu, jangan terlalu berharap kami bisa bercakap-cakap via telepon, sms saja susah masuk. Seringkali saya dan rekan-rekan guru ketinggalan informasi-informasi penting gegara pesan yang diterima sudah kadaluwarsa. Oleh karena itu, jika ada sms yang masuk “tepat waktu”, tentu saja menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kami. Itu pun tentu saja dengan cara menggantungkan HP pada paku yang saya tancapkan pada kusen ventilasi di atas pintu kamar tidur. Itu dulu. Lalu, bagaimana dengan kondisi sekarang? Ya, beda-beda tipis lah hehe. Oleh karena itu, seringkali terlontar guyonan di antara kami, “Kalau beli pulsa, sekalian sama sinyalnya ya…!”

Tak terasa waktu berlari seperti tertiup angin. Kini kondisi sinyal di sekitar tempat peserta didik kami tinggal memang tidaklah separah beberapa tahun sebelumnya. Pada titik-titik tertentu kadang-kadang kami menemukan sinyal yang cukup bagus. Tak heran jika kami mau mengirim sms, bertingkah seperti orang yang sedang mencari harta karun hehe…. Jadi, sebetulnya masalah susah sinyal tersebut hingga kini belum pulih 100%. Apalagi pada saat kondisi hujan deras dengan petir menggelegar, bisa dipastikan sinyal HP hampir semua operator akan lenyap entah ke mana. Tak heran jika pesan yang disampaikan guru di grup WhatsApp (WA) pada pagi hari, misalnya, akan direspons sebagian siswa pada siang, sore, malam, atau esok hari. Bahkan ada yang merespons hingga dua hari kemudian. Oleh karena itu, saya dan rekan-rekan guru seringkali memberikan toleransi yang cukup longgar terkait pengumpulan tugas siswa. Dengan kata lain, jika ada seorang guru memberikan tugas kepada siswa dengan batas waktu pengumpulan tugas pada hari yang sama, ibaratnya seperti panggang jauh dari api, seperti punguk merindukan bulan, sesuatu yang tidak mungkin! Pengalaman yang membuktikan demikian. Akan tetapi, kendala sinyal seperti itu tidaklah menyurutkan semangat kami. Kegiatan belajar-mengajar secara daring tetap berlangsung sekalipun dengan segala keterbatasan,

  Suatu ketika saya berinisiatif melakukan kegiatan belajar daring yang berbeda daripada biasanya. Ceritanya sih saya ingin meniru kegiatan belajar daring yang lebih keren dan lebih menarik seperti halnya guru-guru di kota. Untuk menarik minat belajar siswa, via grup WA, kagiatan belajar diawali dengan memberikan kuis menggunakan aplikasi Quizizz. Harapan saya, para siswa akan merespons kuis yang saya berikan dengan antusias. Tidak hanya sampai di situ, saya pun menyiapkan video pembelajaran. Maklum karena pemula, video tersebut saya buat dengan bersusah-payah dan memakan waktu hingga berhari-hari. Selain itu, saya pun sudah menyiapkan soal-soal latihan melalui Google Form yang akan saya berikan di akhir pembelajaran. Akan tetapi, apa yang terjadi kemudian? Beberapa siswa mengirimkan chat melalui grup WA atupun japri mengatakan bahwa link Quizizznya tidak dapat dibuka. Demikian pula halnya dengan video pembelajaran, tidak bisa dibuka juga  karena alasan susah sinyal. Sedikit beruntung, beberapa siswa dapat merespons link Google Form. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa usaha saya dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran secara daring hari itu tidaklah terlalu sia-sia. Begitulah kira-kira saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air, gara-gara susah sinyal ternyata ekspektasi yang kita harapkan kadang tidak sesuai dengan kenyataan hehe….

Selain susahnya sinyal, kendala yang sering kami hadapai selama PJJ adalah tidak semua peserta didik berada pada posisi online sesuai dengan jadwal pelajaran yang sudah ditentukan. Berdasarkan informasi langsung dari peserta didik yang kebetulan bisa on tepat waktu, mereka yang tidak hadir sesuai dengan jadwal belajar secara daring karena faktor kuota yang sudah habis. Bukan sekali atau dua kali, bukan pula dialami oleh satu atau dua orang peserta didik kami. Kejadian seperti ini kami alami berulang-ulang dengan peserta didik yang hadir dan “menghilang” silih berganti. Maklum, biasanya mereka membeli kuota dengan paket yang sangat terbatas sehingga pemakaiannya pun terbatas. Akan tetapi, beberapa di antara peserta didik kami berinisiatif untuk saling menumpang HP ataupun menumpang kuota. Oleh karena itu, sebagian kendala tidak adanya kuota sedikit banyak dapat teratasi Terlebih lagi pada saat tulisan ini dibuat, kuota gratis dari pemerintah untuk layanan belajar di kalangan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan mengalir cukup lancar kami terima.

Sepintas lalu sepertinya kegiatan PJJ yang dilaksanakan di sekolahku manghadapi berbagai kendala. Akan tetapi, kendala-kendala tersebut tidak membuat aku patah arang atau berputus asa. Semuanya aku jalani, semuanya aku nikmati sehingga semuanya terasa menyenangkan. Aku berprinsip bahwa akan selalu ada hikmah dan solusi di balik semua kendala yang kami hadapi. Jadi, ada ataupun tidak ada Covid-19, yang terpenting bagiku adalah hak belajar peserta didik harus tetap tertunaikan dengan tali semangat yang terus kami rajut, yang terus kami kobarkan. Allahu akbar!

 

#PGRI

#KOGTIK

#EPSON

#KSGN

http://gurupenggerakindonesia.com.

         





PROFIL

DANI MAKHYAR, M. Pd.

 



 

Dilahirkan di Kota Bandung, pada tanggal 15 April 1975. Merupakan anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Encang Setiawan dan Titi Kartini. Penulis telah menempuh pendidikan S1 dari Universitas Padjadjaran Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia serta S2 Universitas Negeri Jakarta Prodi Pendidikan Bahasa. Penulis merupakan guru di SMPN 3 Cipanas, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Hobi penulis adalah membaca dan menulis. Prinsip hidupnya adalah bahagia dan

berkarya.

 

Sabtu, 25 Juli 2020

RUANG A 39

Oleh: Dani Makhyar

"Gimana Mah, jadi kita ke Sumedang?" tanya suamiku.
"Hmm ... gimana ya? Mamah agak males Yah," jawabku ogah-ogahan.
"Kalo menurut Ayah sih sebaiknya kita pergi saja biar semuanya jadi jelas," timpal suamiku. Ia yang bertanya, tetapi ia sendiri yang menjawab. Ya, aku sedikit trauma kalau aku harus mengunjungi Kang Erwin di Sumedang. Perkataannya pedas dan bikin nyelekit.
"Makanya, Akang bilang apa. Kalo nyari suami tuh pilih yang masa depannya jelas. Yah, kira-kira kayak Akang beginilah. Jadi pengusaha. Jangan sama guru macam dia," kata Kang Erwin dengan angkuh saat kusampaikan niat Bang Indra akan menikahiku. Ah, kejadiannya sudah sangat lama, tetapi masih tergores di hati ini hingga kini. Bahkan, belum lama ini juga saat aku mau pinjam uang untuk biaya kuliah si sulung, Raihan, Kang Erwin bukannya memberikan pinjaman. Eh, dia malah mengata-ngatai suamiku dengan kata-kata yang membuat telingaku jadi panas luar biasa.
"Emang suamimu bertahun-tahun ngajar apa ga bisa ngumpulin uang buat biaya anaknya kuliah? Kalopun ada uang, ga bisa aku pinjemin buat kamu karena aku masih butuh buat nambah modal usahaku," ceramah Kang Erwin panjang lebar cukup menyebalkan. Aku pun pulang dengan tangan hampa.
"Sudahlah Mah, kita cari cara lain saja," hibur suamiku saat itu.
"Baiklah Yah," jawabku sedikit lega. Hingga akhirnya kujual beberapa perhiasan simpananku sebagai solusi biaya kuliah anakku. Tadinya sih, kuberanikan pinjam uang ke Kang Erwin karena punya jaminan dua bulan lagi aku akan mendapat arisan. Tapi, sudahlah. Sepertinya menjual perhisanku merupakan solusi terbaik kami saat itu.
"Gimana Mah? Ditanya kok malah bengong," tanya suamiku.
Aku tersentak kaget, "Oh iya Yah, iya," jawabku gelagapan.
"Apanya yang iya?" canda suamiku sambil tersenyum.
"Ih, Ayah menggodaku ya?" pura-pura kucubit pinggang suamiku. Ia pun berteriak-teriak kecil seolah-olah menahan sakit dengan mimik yang lucu.
***
Hari masih gelap. Si sulung masih terlelap, begitu pula kedua adiknya. Setelah menjemput adikku, Amir yang tinggal di Bandung, aku dan suamiku segera melesat membelah kabut menuju menuju Sumedang menemui Kang Erwin. Kami janjian bertemu untuk membicarakan masalah harta warisan keluarga. Sebetulnya aku sendiri tidak terlalu ngotot ingin mendapatkan warisan tersebut. Terlebih suamiku. Mas Indra mengatakan bahwa kami sudah merasa cukup dan bersyukur dengan kondisi yang kami miliki saat ini. Sederhananya, dapat warisan syukur, tidak dapat juga tidak apa-apa. Pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, biaya dll. kami lakukan semata-mata demi membantu Amir untuk mendapatkan haknya. Kupikir meskipun aku berhak untuk mendapatkan harta warisan kedua orang tuaku, toh Amir lebih membutuhkannya. Lagi pula, kalau semua harta warisan kedua orang tua kami yang berupa tanah itu seluruhnya hanya dimiliki Kang Erwin seorang, itu namanya tidak adil. Ada aku, dan ada Amir. Ya, yang kuperjuangkan saat ini adalah demi tegaknya keadilan. Ehm.
Setibanya di Sumedang.
"Jadi, kami bertiga ke sini memang sengaja," belum sempat kutuntaskan ucapanku, Kang Erwin sudah memotongnya dengan nada tinggi.
"Akang sudah tahu maksud kalian ke sini untuk apa. Sementara ini, uang hasil penjualan tanah warisan mau aku jadikan modal dulu. Jadi belum bisa aku serahkan kepada kalian sekarang," kata Kang Erwin memutuskan sepihak.
"Tapi Kang," sergahku.
"Sudahlah! Aku masih banyak urusan. Nanti bulan depan aku kabari kalau untungnya sudah balik modal," suara Kang Erwin makin meninggi sambil pergi meninggalkan kami, sementara Amir tak berkata sepatah kata pun. Aku kecewa, Amir pun demikian. Tampak dari mimik Amir dipendamnya rasa kecewa itu dalam-dalam. Kami pun pulang dengan tangan hampa.
"Kita tunggu saja ya Mir. Biarkan Kang Erwin bisa membuktikan kata-katanya. Akan tetap Teteh perjuangkan supaya hak Amir bisa didapatkan," kuhibur Amir agar rasa kecewanya sedikit terobati.
"Ada hak Teteh juga kan?" tanyanya singkat. Aku hanya tersenyum mengangguk, tanda mengiyakan.
***
Sebulan berlalu. Tiga bulan tanpa kabar. Enam bulan sepi. Ah, janji Kang Erwin seperti tertiup angin. Kocoba hubungi Kang Erwin via telepon, tetapi tak diangkat-angkat. Kukirim pesan via whatsapp hanya di-read, tak dibalas.
Tak kuduga malah kudapatkan kabar Amir sudah seminggu dirawat di rumah sakit. Aku belum sempat menengoknya karena kesibukanku, juga kesibukan suamiku. Maklum jarak kami Sukabumi-Bandung, bukan jarak yang dekat.
"Maafkan Amir ya Teh..." katanya lemah. Kutatap wajah pucat adikku satu-satunya. Lalu...
“Innalillahi wa inna ilaihi rujiuun..." bisikku lirih. Kusapu air mataku. Kupeluk istrinya, untuk saling menguatkan dan mengikhlaskan kepergian Amir. Ah Amir, secepat itu kau pergi meninggalkan kami.
Dua hari aku menginap di rumah almarhum adikku. Selama itu pula kuhubungi Kang Erwin. HP-nya tidak aktif dan pesan WA-ku hanya centang satu. Akhirnya kuputuskan untuk segera meluncur ke Sumedang menuju rumah Kang Erwin.
***
Aku terpaku, rumah mentereng dua lantai milik Kang Erwin nyaris rata dengan tanah. Yang ada tinggal puing-puing hitam. Dari kejauhan tergopoh-gopoh seorang perempuan menghampiriku. Ia memelukku dan menangis sesunggukan. Ya, Ceu Erna, istri Kang Erwin menangis di pelukanku hingga bahunya terguncang-guncang. Setelah tangisnya mulai mereda, kutatap wajah Ceu Erna..
"Ada apa Ceu?" tanyaku penasaran.
"Semuanya hilang, semuanya musnah," jawab Ceu Erna agak terbata. Ia pun menceritakan semuanya. Setelah menjual tanah warisan itu, rupanya banyak musibah beruntun yang menimpa Kang erwin. Ia ditipu rekan bisnisnya. Kendaraan angkutan barang miliknya tabrakan. Mobil pribadi kang Erwin yang dipinjam temannya hingga kini belum kembali. Yang terakhir musibah kebakaran rumah karena konsleting arus listrik. Semuanya terjadi dalam sekejap mata. Kang Erwin depresi berat hingga akhirnya menghilang entah ke mana. Menurut cerita Ceu Erna, pernah dapat kabar dari tetangga bahwa Kang Erwin sempat terlihat di sekitar Pasar Ujung Berung, Bandung. Aku menarik napas panjang dan beristigfar berkali-kali. Setelah kehilangan Arif, adikku, kini aku kehilangan kakakku, Kang Erwin.
"Ya Allah, ampuni dosa-dosa hamba-Mu ini dan jadikanlah pengorbananku untuk saudaraku ini tidak sia-sia," doaku lirih.
***
Berbekal informasi dari tetangga Ceu Erna, bersama suamiku dan istri almarhum Amir, kutelusuri kawasan Ujung Berung dan sekitarnya. Pasar, terminal, pinggiran toko, rumah-rumah kosong, bahkan tempat sampah. Kucari Kang Erwin tak mengenal waktu. Entah dini hari, saat terik matahari, bahkan saat hujan deras sekalipun. Pengorbanan dan usahaku tak sia-sia hingga kutemukan sosok laki-laki berperawakan agak tinggi dan berambut ikal sedang berjalan membawa karung lusuh di pundaknya. Ia tampak kumal, compang-camping dan sangat tidak terawat. Ya, aku kenal lelaki itu. Tak salah lagi, dia Kang Erwin. Kuhampiri dan kusapa dia,  "Kang Erwin," sapaku lembut.
Ia menatapku. Akan tetapi, di luar dugaan tiba-tiba ia berlari menjauh dariku seakan tidak ingin berjumpa denganku. Kupanggil-panggil dan kukejar Kang Erwin, tetapi dia tidak menghiraukanku. Apa daya Kang Erwin berlari jauh lebih cepat dariku hingga aku kehilangan jejaknya di kegelapan malam. Ya, aku kehilangan jejak Kang Erwin untuk yang ke sekian kalinya. Antara kesal dan sedih, masih kusempatkan memanjatkan doa untuk Kang Erwin, semoga dia baik-baik saja.
***
Tililit ... tililit ..., notification WhatsApp-ku berbunyi. Tampak sederet pesan untukku, tetapi nomornya sama sekali tidak kukenal.
"Bu Tita, perkenalkan sy Hasan. Sy pernah mbaca selebaran ttg org hilang di kawasan Ujung Berung. Kebetulan sy berpapasan dg sosok org yg hampir sm dg foto yg terpampang pd pamflet. Atas kerja sm & saran bbrp warga beserta aparat setempat, kami berinisiatif mengirim org yg mirip dg orang yang ibu cari ke RSJ Bandung. Untuk info lebih lanjut, ibu bisa hub no 0224205XXX. Trm kasih."

Tanpa ba-bi-bu, segera kuminta suamiku mengantakanku ke RSJ yang dimaksud. Setelah memarkirkan mobil, kami bergegas menuju customer service untuk mendapat penjelasan seperlunya. Kami telusuri koridor panjang di rumah sakit jiwa ini. Kudengar suara seperti orang yang sedang berorasi politik. Ada pula yang berteriak-teriak memanggil nama seseorang. Ada sepi, ada juga senandung orang bernyanyi. Akhirnya tiba juga kami ruangan yang dicari.
"Ya Allah," desisku lirih. Suamiku menggenggam erat tanganku. Kerongkonganku tercekat dan terasa sakit. Kusaksikan sosok seseorang yang sangat kukenal. Seorang lelaki  berambut ikal yang sebagiannya beruban itu sedang duduk sendiri di pojok ruangan dengan tatapan kosong. Sesekali ia tersenyum sendiri. Lalu, ia terdiam. Sesaat kemudian, ia tersenyum lagi. Terdiam lagi. Begitulah silih berganti. Aku mendekatinya. Akan tetapi, aku dibuatnya terperanjat kaget karena tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak. Tak berapa lama kemudian ia pun menangis terisak perih.
Ah, pemandangan yang memilukan. Kutatap wajah Kang Erwin, tetapi ia seakan tak peduli akan kehadiranku. Hampir lima belas menit berlalu. Akan tetapi, aku hanya bisa berdiri mematung. Diam-diam kupanjatkan doa untuk kesembuhan Kang Erwin, kakak laki-lakiku. Tak kuasa, air mataku membanjiri kedua pipiku.
"Sebaiknya kita pulang Mah!" ajak suamiku lembut. Aku pun mengangguk meninggalkan ruangan itu: Ruang A 39.

Minggu, 12 Juli 2020

IZINKAN AKU KEMBALI


Oleh : Dani Makhyar

 Sepasang mata itu menatapku tajam. Aku berada pada posisi lemah saat ini. Ya, seperti seorang terdakwa yang siap dijatuhi hukuman apa pun oleh sang hakim.
Aku hanya bertanya, Mas selama ini ngapain saja? ujarnya menukik pada ulu hatiku.
Aku.... Aku.... Lidahku tiba-tiba terasa kelu, aku tak mampu menjawab pertanyaan itu.
Baiklah, maunya Mas sekarang bagaimana? tanyanya lagi.
Aku terdiam dan tertunduk. Aku tak kuasa menatap sorot matanya. Kucoba merangkai kata untuk menjawabnya, tetapi masih terasa berat.
Mas Rama... kok malah membisu? tanya wanita itu lagi.
Aku tersentak sedikit kaget. Kukumpulkan kembali kesadaranku.
Aku... ingin kembali seperti dulu, Sinta jawabku.
Entah menemukan dari mana tiba-tiba aku mampu melontarkan kata-kata seperti itu.
O, ya? Setelah kau tega melukai aku dan berpaling pada wanita itu? ujarnya dengan suara agak parau. Kulihat genangan air di kedua kelopak matanya siap berjatuhan.
Maafkan aku! Aku menyesal. Aku mohon padamu Sinta, izinkan aku kembali memperbaiki diri!
“Silakan Mas memperbaiki diri, Tapi maafkan aku Mas! Sekarang sudah malam, aku mau beristirahat, jawabnya menyisakan ambigu.
Sambil terisak, Sinta masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya dari dalam. Sementara itu, untuk beberapa saat lamanya aku mematung. Aku menatap foto pernikahan kami di dinding ruang makan, tampak aku dan Sinta tersenyum lepas tanda kami sangat bahagia. Akan tetapi, malam ini senyum di foto itu hanya menjadi kenangan. Ah, andai saja aku tidak teralihkan pada perempuan lain, mungkin aku menjalani hari-hari bahagia bersama Sinta. Aku merasa bodoh. Aku menyesal. Aku.... Aku terpaksa malam ini tidur di atas sofa di ruang tamu.
***
Tanggal 25 bulan depan Mas ada undangan reuni SMA. Rencananya Mas mau datang ke acara tersebut. Lumayan bisa melepas kangen bersama teman-teman setelah sekian tahun ga pernah ketemu, ucapku suatu pagi.
Aku sih silakan saja Mas, timpal istriku sambil menyerahkan sepotong roti oles mentega bertabur cokelat kesukaanku.
Terima kasih sayang, jawabku sambil kukecup punggung tangan istriku.
Tapi hati-hati loh Mas, kata orang-orang kadang reuni tuh suka berujung CLBK,
Engga lah, cuma kamu seorang di hati aku, selorohku.
Pagi-pagi sudah menggombal. Udah ah, sebaiknya Mas segera berangkat. Tuh sudah pukul tujuh pas. Entar kesiangan lho, kata istriku mengalihkan pembicaraan.
Hmmm... ia yang memulai, ia sendiri yang ingin menyudahi.
Oke boss..., jawabku lucu-lucuan. Istriku hanya tersenyum manis. Manis sekali.
***
Setibanya di kantor tempat kerjaku, kusempatkan membuka pesan WhatsApp di HP-ku. Beberapa pesan di grup kubuka dan kuabaikan. Hanya beberapa pesan pribadi yang aku balas. Namun, ada satu di antara pesan pribadi tersebut yang nama pengirimnya tidak kukenal.
Hai Rama, masih ingat aku ga? Reunian nanti kamu bs dtg kan? Aku kangen bgt lho pengen ketemu kamu....
Aku tak membalasnya. Biar sajalah, nanti juga kalau dia merasa butuh pasti menghubungiku lagi, begitu pikirku. Lagipula identitasnya belum jelas pesan itu dari siapa. Tanpa foto profil dan anonim. Jadi, tidak ada salahnya kan jika aku mengabaikannya? Lebih baik aku fokus menyelesaikan pekerjaan di kantorku.
Tak terasa aku larut dengan kesibukankku sampai sore menjelang. Hingga... tok-tok-tok.... Tiba-tiba pintu ruanganku ada yang mengetuk.
Silakan masuk! kataku agak dikeraskan.
Hai Rama, masih ingat aku ga? tanyanya manja. Kata-katanya sama persis dengan pesan di WA yang tadi pagi kubaca. Lalu wanita itu langsung duduk sebelum kupersilakan. Aku menelan ludah. Shock dengan kehadiran teman lamaku waktu di SMA dulu. Ya, Ranti. Sosok wanita cantik yang pernah singgah mengisi hatiku. Tapi itu dulu, dan kini? Entahlah.
Kok malah bengong Ram? katanya membuyarkan kenangan lamaku bersama Ranti.
Eh iya, iya.... Gimana kabarmu Ran? tanyaku sedikit gugup.
Pesanku kok ga dibales sih Ram? Jadinya aku langsung ke sini deh. Kamu sibuk ya?
Oh iya tadi pesanmu sempat kubaca tapi belum sempat kubalas. Maaf ya, kataku membela diri.
Ga papa Ram, yang penting sekarang kita bisa bertemu. Iya kan? jawab wanita itu dengan nada menggoda tanpa malu.
Aku semakin risih. Ah, mungkin dia telat minum obat, pikirku iseng. Aku jadi semakin khawatir dengan kehadiran Ranti di hadapanku. Hmm... kalau memang tujuannya baik, ngapain juga dia tiba-tiba datang menemuiku? Jangan-jangan dia datang hanya untuk mengusik kebahagiaan kami? Ah, tapi... aku jadi teringat kata-kata para ustaz bahwa kita harus mendahulukan prasangka baik kepada orang lain, apa pun yang dilakukan orang tersebut kepada kita.
Oya, kayaknya aku ga bisa lama-lama di sini nih. Sebentar lagi waktunya jam pulang, kataku berusaha menghindar.
Oh, kebetulan dong. Aku bisa sekalian numpang mobil kamu. Kita searah kan Ram? ujarnya malah semakin gencar.
Aku tidak bisa mengelak. Akhirnya, aku pulang dari kantor didampingi seorang wanita yang kehadirannya sama sekali tak kuharapkan. Ya, walaupun Ranti itu pernah dekat denganku, kini kondisinya sudah berbeda. Aku sudah terikat tali pernikahan yang suci dengan Sinta, istriku. Sementara Ranti banyak bercerita tentang seputar acara reuni nanti dan masa-masa di SMA dulu, pikiranku hanya ingat senyum manis Sinta di rumah. Ya, Allah... mimpi apa ya aku tadi malam? Aku beristigfar berkali-kali.
***
Selepas mandi, aku menghampiri Sinta. Yang kuhampiri nyaris tanpa senyum, tanpa kata. Ia diam seribu bahasa. Lalu ia terisak pilu di hadapanku. Aku bingung harus berbuat apa. Beberapa manit kemudian Sinta menyerahkan HP-nya kepadaku dan memperlihatkan pesan dari seseorang. Kubaca pesan yang isinya lumayan panjang tersebut. Ternyata pesan dari Ranti!
Jadi, ternyata selama ini Mas Rama suka jalan sama wanita itu ya? tanya Sinta sambil berurai air mata.
Tak kusangka, Ranti berbuat nekat. Rupa-rupanya foto-foto saat ia menumpang pulang di mobilku dijadikan alat untuk membakar api cemburu Sinta.
Aku memang sempat bersama dengan wanita itu, tapi...,
Belum sempat kujelaskan semuanya, Sinta memotong ucapanku karena cemburu.
Sudahlah Mas! Aku sudah tahu semuanya. Pantas saja kau bersemangat sekali untuk hadir di acara reuni itu. Rupanya ada wanita lain di hatimu.
Setengah berlari Sinta masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Kuketuk pintu kamar dan kupanggil Sinta beberapa kali. Akan tetapi, pintu tetap tidak dibuka dan Sinta tidak merespons sedikit pun panggilanku. Ah, mungkin bukan sekarang waktu yang tepat untuk menjelaskan semuanya. Samar-samar kudengar Sinta masih menangis tersedu-sedu.
***
Kuputuskan pagi ini harus kujelaskan semuanya kepada Sinta bahwa tidak seluruhnya benar apa yang disampaikan Ranti dalam pesan WA-nya itu. Kesalahan terbesarku adalah tidak berani bertindak tegas dalam menolak permintaan orang lain kepadaku, terlebih jika yang meminta tolong itu seorang wanita.
Aku minta maaf padamu, Sinta! Kuakui aku salah.
Sinta terdiam beberapa saat.
Tolong izinkan aku kembali, Sinta! Izinkan aku kembali menjadi suami yang baik bagimu! Izinkan aku kembali memperbaiki sikapku! Dan izinkan aku kembali menata hatiku agar senantiasa selalu setia menjaga hatimu!
Sinta masih tetap terdiam. Tiba-tiba ia menghampiriku dan memelukku sangat erat. Ya, pelukan Sinta lebih dari sekadar bahwa ia telah memaafkan kesalahan-kesalahanku.

Bogor,
Saat gerimis mulai turun satu-satu

Senin, 22 Juni 2020

3 Resep Sukses Guru yang Pendiam dalam Mengelola Kelas


oleh : Dani Makhyar, M. Pd.

Anda seorang guru yang pendiam? Lho kok bisa? Ya bisa dong. Menjadi seorang guru kan tidak harus menjadi hak perogratif bagi mereka yang tidak pendiam saja bukan? Bagaimana rasanya menjadi seorang guru yang pendiam? Lalu, jika gurunya pendiam, apa jadinya suasana kegiatan belajar mengajar di kelas? Hmm…rasa-rasanya pertanyaan saya yang terakhir ini hanya retoris belaka. Jadi, cukup Anda jawab dalam hati saja. Bagaimana? Sepakat bukan?
Sederet pertanyaan yang lain sejujurnya masih mengantre di benak saya. Kebetulan saya termasuk guru yang lumayan “ramai” ketika sedang mengajar di kelas. Hampir selalu ada saja kalimat yang dapat saya lontarkan kepada para peserta didik di hadapan saya. Menjelaskan materi yang sedang dipelajari, itu pasti. Menyapa atau menegur peserta didik, itu juga saya lakukan. Memberikan apresiasi berupa pujian terhadap siswa yang berprestasi, baik dari segi sikap, maupun berprestasi secara akademik, apalagi. Jadi, sesungguhnya saya cukup syok tatkala harus mencoba menuliskan beberapa resep untuk guru yang pendiam dalam mengelola kelas. Betapa tidak, dalam pandangan awam saya, komunikasi antara seorang guru dengan para peserta didik menjadi salah satu kunci utama dalam menunjang keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar. Lha, kalau gurunya pendiam bagaimana? Jangan khawatir, sekalipun termasuk tipe guru yang pendiam, tidak menutup kemungkinan Anda akan tetap mampu mengelola kelas dengan baik dengan tiga resep berikut ini.
1.   Buatlah semacam kontrak belajar sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung, misalnya pada awal semester atau pada awal tahun ajaran baru. Kontrak belajar adalah kesepakatan-kesepakatan yang dibuat antara guru dan peserta didik. Misalnya, dibuat kesepakatan bahwa seluruh peserta didik harus menyimak saat guru sedang berbicara atau menjelaskan materi pelajaran. Hendaknya kontrak belajar dibuat secara tertulis dan ditempel di dinding kelas. Jika hal tersebut sudah menjadi kesepakatan bersama, guru akan lebih leluasa saat ia harus berbicara. Khusus untuk guru yang pendiam, resep pertama ini bisa jadi sangat membantu bukan?
2.   Gunakan kode tertentu yang menjadi budaya kelas. Misalnya kode tepuk tangan dari guru. Tatkala guru bertepuk tangan satu kali, artinya seluruh peserta didik harus duduk rapi. Tepuk tangan dua kali, artinya peserta didik harus memperhatiakan guru, dst.
3.   Gunakan berbagai metode/model pembelajaran yang bervariasi dan berpusat kepada peserta didik. Kegiatan seperti diskusi kelompok, bermain peran, berbagai games/permainan, performance/demonstrasi, melakukan percobaan dll. akan sangat diminati peserta didik. Selain itu, pemanfaatan berbagai media audio visual ataupun fitur-fitur yang ada dalam gadget untuk kegiatan pembelajaran tidak akan membuat siswa bosan. Dengan sendirinya hal tersebut akan banyak membantu guru.
Itulah tiga resep yang bisa saya share kapada Anda kali ini, Jujur ya, saya tidak bermaksud mengajari, Akan tetapi saya percaya, meskipun Anda guru yang pendiam, sesungguhnya Anda tetap guru yang hebat. Harapan saya, dengan resep sederhana tadi, baik saya maupun Anda, dapat mengelola kelas dengan lebih baik lagi. Selamat mencoba ya!


Selasa, 16 Juni 2020

Better Late than Never



Oleh: Dani Makhyar, M. Pd.

Sepuluh hari sudah berlalu. Namun, resume Pembelajaran “Menulis Online Bersama Om Jay” pertemuan ketiga yang diselenggarakan pada 5 Juni lalu bersama Ibu Kanjeng belum juga tuntas. Kebelumtuntasan saya menuliskan resume tentunya dengan berbagai alasan, salah satunya adalah faktor kesibukan. Klasik memang karena sesungguhnya setiap orang pasti punya kesibukan. Hmmm… kalau begitu, dengan sendirinya alasan kesibukan jadi terbantahkan, bukan? Hehe…exactly! Tinggal bagaimana pintar-pintarnya kita menyiasatinya saja. Dengan kata lain, faktor utama yang bisa mengentaskan segala excuse seperti itu dikembalikan kepada diri kita sendiri. Ya, makhluk itu bernama motivasi.
Seperti pada malam itu, dengan besusah-payah saya pun menghadirkan motivasi yang kuat. Saya sudah standby di depan HP untuk menyimak materi yang akan disampaikan. Mengagumkan. Itulah satu kata yang saya sematkan untuk pemateri yang luar biasa malam itu, yaitu Ibu Sri Sugiastuti atau yang dikenal dengan sebutan Ibu Kanjeng. Penyampaian materi oleh beliau tentang “Berbagi Pengalaman Menerbitkan Buku” diawali dengan penjelasan panjang lebar melalui voice note, kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab secara tertulis di grup WA. Maka, beruntunlah puluhan pertanyaan dari peserta ditujukan kepada beliau. Pertanyaan demi pertanyaan mengalir terus seakan tiada henti. Namun, semua pertanyaan yang nyaris membuat kewalahan Bu Fatimah yang kala itu  menjadi moderator, dibabat habis oleh Bu Kanjeng dengan jawaban yang mudah dipahami.
Menurut wanita hebat kelahiran 8 April 1961 ini, beliau sebetulnya merasa terlambat belajar menulis. Karier menulisnya dimulai ketika usianya menjelang setengah abad. Usia yang bisa dikatakan tidak muda lagi. Akan tetapi, semangatnya yang luar biasa mengantarkannya menjadi seorang penulis yang sangat produktif.
Menurut Ibu Kanjeng, tahun 2010 dianggap sebagai tahun keberuntungannya. Pada tahun tersebut, dua buku karyanya yang berjudul SPM Ujian Nasional Bahasa Inggris untuk SMK dan buku antologi Diary Ketika Buah Hati Sakit diterbitkan Penerbit Erlangga. Selain itu, dalam rangka hari Kartini, diterbitkan pula buku keroyokan kompasianer tahun 2014 yang berjudul 25 Kompasianers Merawat Indonesia. Pada tahun yang sama, sebuah  penerbit indie, Peniti Media, menerbitkan karyanya berjudul Indonesia Satu serta beberapa buku antologi seperti Muara Kasih Ibu,  Go to 2020, dan Move on. 
Tak hanya sampai di situ, pada tahun 2013, tiga buah bukunya berhasil diterbitkan. Sebuah buku parenting berjudul Seni Mendidik Anak Sesuai Tuntunan Islami diterbitkan Penerbit Mitra Widyawacana, Jakarta. Lalu, sebuah novel hidayah berjudul Kugelar Sajadah Cinta diterbitkan penerbit indie Bentang Pustaka, Sidoarjo dan novel Deburan Ombak Waktu diterbitkan penerbit indie Goresan Pena, Cirebon.
Dua tahun kemudian, buku PM Ujian Nasional Bahasa Inggris untuk SMK edisi baru diterbitkan kembali oleh Penerbit Erlangga. Pada tahun berikutnya buku The Stories Cakes For Beloved Moms diterbitkan oleh penerbit indie Oksana. Bahkan, pada tahun 2017 karya-karya beliau membanjir laksana air bah, seperti buku The Stories of Wonder Women yang diterbitkan Penerbit Media Guru. Wow English is So Easy Kids, novel Tipuan Asmara, novel Perempuan Terbungkas, buku motivasi Catatan Religi Bu Kanjeng, dan tiga buku parenting yaitu Merawat Harapan, The Power of Mother’s Prayer, serta Masuk Surga Karena Anak. Luar biasa bukan?
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa Ibu Kanjeng berproses menjadi seorang penulis itu pada saat usia hampir mendekati usia lima puluh tahun. Akan tetapi, dengan berbekal pedoman better late than never, beliau terus berusaha dan belajar hingga akhirnya beliau katagihan untuk bisa menulis buku dan terus meng-upgrade diri agar bisa “naik kelas”.
Pada tahun 2007, pada saat beliau jeda setelah 25 tahun, akhirnya beliau baru bisa mengambil kuliah S2. Pada saat itulah beliau harus berkenalan dengan internet, harus berkenalan dengan medsos, harus banyak ke perpustakaan ataupun ke toko buku. Sampai pada akhirnya beliau menemukan sebuah buku karangan R. Sis yang biasa dipanggil Kang Iwa. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa menulis itu gampang. Dari buku itulah beliau termotivasi dan meyakini bahwa dirinya harus bisa menulis.
Setelah itu, pada tahun 2009, ketika mengikuti rapat di MGMP Bahasa Inggris, beliau diajak seorang temannya untuk menulis buku ajar. Kebetulan saat itu yang membutuhkan para penulis buku adalah Penerbit Erlangga. Karena diajak teman, dengan PD-nya beliau mengatakan kesiapannya. Akhirnya mereka pun menyusun buku Seri Pendalaman Materi Ujian Nasional Bahasa Inggris untuk SMK. Proses membuat buku ajar itu cukup lama, kurang lebih selama enam bulan. Setelah direvisi, akhirnya pada bulan Oktober 2010 buku itu terbit. Walaupun disusun oleh dua orang penulis, penyusunan buku tersebut melibatkan satu orang dari pihak Erlangga sebagai penasihat atau providernya, yakni Bu Eli Sofa. Jadi, satu buku terdiri atas tiga orang tim penyusun.
Dari buku itulah beliau mulai merasakan suatu keuntungan dalam bentuk kepuasan karena buku itu tingkat nasional dan dipakai untuk siswa SMK khususnya kelas XII. Selain itu, beliau pun menikmati royalti yang setiap semester pasti mengalir ke dalam buku rekeningnya. Wow, asyik bukan?
Buku itu dapat dikatakan laris manis karena pada tahun 2015 ada edisi revisinya. Bahkan, penulisnya ditambah lagi satu orang. Kebetulan buku karya beliau tersebut termasuk buku yang harus dibeli oleh siswa, masuk dalam bidang pengadaan. Jadi, buku tersebut digunakan hampir di seluruh Indonesia. Karena sekupnya tingkat nasional, omset penjualannya pun laris manis sehingga hal itu mengimbas juga kepada penulisnya. Nah, di saat itulah beliau dibuat tercengang sekaligus bersyukur karena pundi-pundi yang masuk ke nomor rekeningnya sangat besar, hampir lebih dari uang sertifikasi. Beliau pun memanfaatkan uang tersebut untuk belajar dan belajar lagi.
Itulah pengalaman beliau ketika menerbitkan buku di penerbit mayor. Penerbitnya memang cukup representatif, yaitu Penerbit Erlangga. Untuk bisa menembus ke sana, tentu bukanlah hal yang mudah. Beliau menganggap hal tersebut bukan sebagai faktor kebetulan, melainkan sebagai cara Allah menemukan takdir dari tulisan-tulisan yang sudah ditorehkan beliau.
Nah, paparan beliau selanjutnya adalah seputar pengalaman beliau menggunakan nama pena Astutiana Mujono. Nama itu terinspirasi saat beliau mengisi blog yang lumayan keren yaitu Kompasiana, atau seperti Indosiana yang menggunakan “ana” pada akhir suku katanya sehingga nama Astuti pun diubah menjadi Astutiana. Namanya juga penulis pemula, di situ beliau menulis apa yang ada di hati dan dipikiran sampai setebal 418 halaman. Buku itu berkisah dimulai dari kisah ibunya saat remaja bertemu ayah dulu, hingga kisah Ibu Kanjeng sampai mentok berusia 50 tahun.
Setelah itu, beliau sering ikut menulis berbagai buku antologi, baik yang diajak oleh teman-temannya yang cinta literasi, ada yang dari kompasiana, ada yang dari emak-emak bloger, maupun dari komunitas-komunitas lain dengan berbagai tema. Jadi, kalau dihitung-hitung, ada sekitar 25 buku antologi. Jumlah yang sangat fantastis!
Menurut Ibu Kanjeng, dengan kita ikut menulis di buku antologi itu, kita belajar berbagai macam jenis  tulisan dari teman-teman kita. Kita juga akhirnya memiki ciri kepenulisan sendiri. Dalam proses belajar menulis sekaligus menerbitkannya sendiri, itu memang gurih-gurih sedap. Beliau bisa bertemu Om Jay pada tahun 2013. Waktu itu beliau sudah menerbitkan tiga buah buku, yaitu sebuah buku ajar, sebuah buku parenting, dan sebuah novel Kugelar Sajadah Cinta.
Dalam novel tersebut dikisahkan mulai ibunya remaja hingga Ibu Kanjeng berusia 50 tahun,  selasai kuliah S2, termasuk juga kisah pada tahun 2006 yang mendapat kemudahan untuk melaksanakan ibadah haji, Jadi, kiah-kisah tersebut sudah dirangkum menjadi biografi mini beliau. Buku tersebut dijadikan buku pedoman atau pusat ide beliau. Jadi, kalau beliau ingin menulis tentang apa pun, idenya dari situ kemudian bisa beliau kembangkan.
Buku berikutnya adalah buku parenting Seni Mendidik Anak secara Islami. Buku tersebut diterbitkan penerbit semimayor. Artinya, ketika buku itu diterbitkan, beliau tidak mengeluarkan uang. Namun, beliau diberi 100 buku untuk dijual dengan diskon 40%. Alhamdulillah ke-100 buku itu dapat dijual semua. Lalu, pada tahun 2017, ketika ditanyakan kepada penerbitnya perihal bukunya itu, alhamdulillah, beliau masih mendapat sedikit royalti dari penjualan buku tersebut.
Selanjutnya proses beliau  menulis buku/belajar. Beliau termasuk orang yang sangat getol atau suka silaturahmi dan ikut belajar, jadi rasa ingin tahunya sangat besar. Waktu orang ramai-ramai ribut ngeblog dapat uang, punya web dapat uang, beliau pun ikut belajar. Sampai-sampai beliau memanggil mentor untuk mengajari beliau dengan biaya yang cukup mahal, tidak seperti saat ini yang semua digelar secara gratis, dan itu juga hasilnya hanya pengalaman saja karena  tidak bisa maskimal.
Dengan adanya berbagai macam dunia kepenulisan, beliau semakin lama semakin tertarik. Seperti Media Guru beberapa kali mengadakan pelatihan dan beliau dengan gembiranya mengikti kegiatan itu. Kemudian kegiatan-kegiatan lain, baik diklat yang diadakan daring maupun luring, beliau pasti ikut. Selain beliau gunakan sebagai ajang silaturahmi, di situ beliau semakin banyak mengenal berbagai teman yang berprofesi sama sebagai penulis. Pepatah mengatakan kalau ingin jadi penulis, harus bergaul dengan penulis. Kalau mau harum wanginya, dekat-dekatlah dengan penjual parfum. Kalau berteman dengan pandai besi, aromnya adalah aroma besi. Maka, seiring dengan berjalannya waktu, beliau pun akhirnya naik kelas, sering diajak untuk mengisi, untuk berbagi, kadang juga mengisi acara bedah buku.
Ada salah sastu buku beliau walaupun dicetak indie tetapi lebih dari 1.00 ekslempar. Judul buku tersebut adalah The Stories of Wonder Woman. Buku tersebut lebih kepada kisah motivasi bagaimana perempuan tangguh berusaha untuk menggapai ridho Alloh. Buku itu ditulis cukup lama, kurang lebih sekitar delapan bulan. Karena diambil dari true story, jadi bentuknya lebih ke faksi, yaitu fakta tetapi fiksi. Nama tokoh dalam buku tersebut sudah diganti dengan nama samaran. Adapun tujuan beliau menuliskan kisah tentang kehidupan perempuan tangguh itu paling tidak bisa memotivasi perempuan-perempuan lain bagaimana agar tetap bersemangat, tidak putus asa, selalu bersabar, bersyukur, dan ikhlas ketika menghadapi cobaan.
Sebelum pertemuan ketiga perkuliahan online ini diakhiri, Bu Kanjeng menyampaikan beberapa pesan penting antara lain sebagai berikut. Menulis itu keterampilan, bukan bakat. Jadi, berlatihlah dan tulislah berbagai ide yang terserak di sekitar  kita. Jadikan menulis dan membaca sebagai gaya hidup. Tentu saja membaca yang selektif dengan kacamata yang utuh. Istikamahlah dalam menulis dan biarkan tulisan itu menemui takdirnya. Jangan risaukan, tetaplah menulis dan belajar meng-upgrade diri agar naik kelas. Menulislah apa yang disukai dan dikuasai….
Wow, paparan luar biasa dan sangat mengagumkan, bukan? Tak terasa hari terus berlalu. Hingga pada akhirnya aku pun baru bisa mengirimkan resume ini via email beliau tepat pukul 00.01 WIB. Telat dua menit dari dead line batas pengiriman resume yang sudah disepakati. Hmm…telat ya? Yups, better late than never hehe….



Selasa, 09 Juni 2020

SESAL


Oleh : Dani Makhyar, M. Pd.

 “Apapun alasanmu, Ibu tetap keberatan,” kata perempuan paruh baya itu dengan nada sedih.
“Tapi ini kesempatan Bu. Bukannya Ibu pernah bilang, kesempatan itu tidak pernah datang dua kali? Pokoknya proyek itu tetap harus berlanjut,” timpalku meninggi. 
“Tapi Nak....”
Belum sempat Ibuku memberikan penjelasan, aku sudah memotong ucapannya.
“Ah, sudahlah Bu! Toh kalau proyek ini sukses, Ibu juga akan kecipratan hasilnya.” Aku pun berlalu meninggalkan ibuku begitu saja. Tentu dengan menenteng selembar map berisi sertifikat rumah dan tanah ibu di genggamanku. Sekilas istriku memeluk ibuku yang mulai menangis tersedu-sedu. Aku bergeming.
***
“Gimana Pak Bos, proyeknya dilanjutkan apa tidak? Kami masih berbaik hati lho selama sebulan ini menunggu kabar baik dari Pak Bos....” Tampak sederet pesan WhatsApp diakhiri emot smile dari Pak Robby, kontraktor pembangunan hotel yang sedang kubangun di Tanjung Lesung, di kawasan Provinsi Banten.
“Iya dong. Lanjutkan Pak!” balasku singkat.
Ya, sambil menunggu proses pencairan dana dari bank, kuisi waktuku dengan membuka beberapa pesan penting. Sementara pesan-pesan dari beberapa grup WA hanya kubuka tanpa kubaca.  
“Silakan Bapak tanda tangani beberapa berkas ini. Kami pastikan pekan ini uangnya akan kami cairkan langsung pada nomor rekening Pak Ryan. Sementara sertifikat rumah dan tanah sebagai jaminan yang Bapak berikan, kami pastikan pula akan kami kembalikan setelah lunas angsuran. Bagaimana Pak Ryan?” kata pihak bank sangat ramah.
“Baik Pak, terima kasih,” jawabku sambil kujabat tangannya. Aku pun berpamitan.
“Yes! Akhirnya...,” bisikku dalam hati.
***
Sebulan berlalu. Kuputuskan hari ini aku meluncur ke Tanjung Lesung. Ingin kupastikan pekerjaan Pak Robby dan anak buahnya bisa dipercaya atau tidak. Hanya beberapa jam saja aku sudah tiba di lokasi. Pak Robby segera menyambutku.
“Bagaimana Pak Bos? Tinggal 30% lagi. Saya jamin dalam tiga pekan ke depan semuanya akan beres,” jelas Pak Robby sambil menemaniku mengecek bangunan hotel yang hampir rampung.
“Baik Pak Robby, sisa kekurangan dananya akan saya transfer besok pagi. Jujur saya sangat puas dengan hasil kerja Pak Robby dan kawan kawan.” Pak Robby pun tertawa bangga. Di sela-sela saat makan siang bersama Pak Robby, tiba-tiba HP-ku menjerit nyaring.
“Mas, Ibu masuk UGD.” Rupanya istriku yang meneleponku.
“Kamu tahu kan aku lagi di Tanjung Lesung?” jawabku ketus.
“Tapi Mas....”
Segera kututup HP-ku. Lalu, kulanjutkan bincang-bincang dan makan siang bersama Pak Robby. Huh, kalaupun aku harus segera menyusul ke rumah sakit melihat kondisi Ibu, kan ada dokter ahli yang bisa menangani Ibu. Aku agak kesal karena telepon tersebut. Mengganggu saja pikirku. Aku harus tetap fokus. Telah kurencanakan grand launching hotelku bulan depan. Jadi, harus kupastikan proyek pembangunan hotel berjalan mulus. 
Setelah pembicaraan dengan Pak Robby kuanggap selesai, aku pun segera pulang ke rumah menuju Kota Serang. Selama di perjalanan hatiku berbunga-bunga. Kubayangkan nanti saat peresmian hotel aku mendapat banyak ucapan selamat dari berbagai kalangan. Termasuk dari para pejabat yang aku undang.  Aku lupa bahwa pada saat yang sama ibuku sedang terbaring lemah di rumah sakit.
***
Waktu berlalu begitu cepat. Sesuai dengan rencana, besok adalah hari yang sangat bersejarah bagikku. Acara grand launching hotel akan segera dilangsungkan. Seharusnya petang ini posisiku sudah standby di Tanjung Lesung. Akan tetapi, kondisi ibuku yang semakin kritis membuatku masih tertahan di rumah sakit ini. Aku semakin gelisah karena dua pilihan: bertahan di rumah sakit demi ibuku atau segera ke Tanjung Lesung untuk acara besok? Ah, semakin pusing saja aku. Aku lupa, tak sebait doa pun kulantunkan untuk kesembuhan ibuku, Pikiranku hanya tetap ke Tanjung Lesung: Grand Launching Ryan Hotel.
“Mas, apa tidak sebaiknya Mas turut mendoakan supaya Ibu lekas sembuh?” tanya istriku lembut.
Belum sempat kujawab pertanyaan istriku tersebut, tiba-tiba ibuku menggenggam tanganku sangat kuat. Beliau seperti memberi isyarat agar aku tetap berada di sampingnya. Samar-samar kudengar informasi di televisi.
“Pemirsa, tsunami setinggi lima meter menerjang kawasan pantai Selat Sunda. Kejadian tiba-tiba tersebut menyapu habis di wilayah Tanjung Lesung dan sekitarnya. Ratusan rumah dan sejumlah hotel rata dengan tanah....”
Aku mematung. Begitu shock dan tidak percaya dengan apa yang kusaksikan baru saja. Istriku menghampiriku cemas. Tiba-tiba pandanganku berkunang-kunang. Semuanya serba kuning. Lalu kabur. Lalu menjadi hitam dan gelap.

Our Blog

55 Cups
Average weekly coffee drank
9000 Lines
Average weekly lines of code
400 Customers
Average yearly happy clients

Our Team

Tim Malkovic
CEO
David Bell
Creative Designer
Eve Stinger
Sales Manager
Will Peters
Developer

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Rangkuman Koneksi antar Materi

  Sekolah merupakan lembaga pendidik yang berperan dalam memajukan SDM seutuhnya yang didalam terdapat kegiatan KBM yang terprogram dan terp...